Rachel Maryam:
Ada rumah dikontrakin ke orang. Pas kontraknya abis, untuk bisa ambil alih rumahnya sendiri, si pemilik rumah harus beli ke yg ngontrak. Belinya pake duit utang ke tetangga. Lalu semua tepuk tangan bahagia. #logikafreeport
Rhenald Kasali:
Begini:
[1]. Freeport itu PT. Sedangkan alam itu tanah, emas dll. Tanahnya tetap dikuasai NKRI, dan dari dulu Indonesia dapat uang konsesi, pajak dll. Itu adalah hak atas tanah yg dikuasai asing yg di dalamnya ada emas, perak dan tembaganya.
[2]. Yang namanya PT itu berbeda dengan tanah yang dijamin konstitusi. Di dalam PT itu ada aset, ada modal, saham-saham, R&D, ada tim direksi, expertise, brand, technology, market channel dll. Ada harta-harta kelihatan dan ada yg intangibles. PT ini bukan milik kita. Itu dibawa asing ke tanah Indonesia dan kalau mereka diusir, pasti aset-asetnya itu diangkut semua keluar, dan kita pasti tak bisa olah emas dll. Itu dengan cara-cara konvensional. Jadi kalau mau diambil, ya harus bayar kompensasinya. Kalau mau tanahnya saja, usir saja PT-nya, lalu bangun sendiri PT baru. Butuh 20-30 tahun dan sangat mahal untuk bisa membentuk itu semua.
[3]. Dulu pejabat-pejabat kita senang terima bagian besar buat dirinya sendiri atau kelompoknya, sehingga dikasih kecil buat Negara mereka oke saja.
Jokowi sebaliknya. Dia rela compang-camping dihina para mafioso yang berada di balik kuasa itu. Dia bereskan dengan tenang untuk mendapat bagian dari PT-nya yang lebih besar dan fair, yaitu bayar yg menjadi hak orang lain dan sebaliknya mereka harus bayar lebih baik yang menjadi hak kita
[4]. Ada yang bilang itu memang sudah saatnya beralih. Ya begini, sekarang semua orang bisa bilang sudah saatnya. Tetapi menentukan saatnya sebelum waktunya tiba itulah leadership. Dan jangan lupa, ide itu murah karena tak berisiko apa-apa. Tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur.
Maka jangan heran pemimpin-pemimpin yang dulu selalu memundurkan action, karena kurang berani atau mereka kurang pandai bertempur, kurang gigih, dll. Mereka selalu geser ke belakang begitu saatnya tiba di tangan leadership mereka.
Akibatnya saat Jokowi eksekusi, Jakarta selalu digoyang. Amerika marah besar bahkan sempat kirim pasukan yang merapat di Australia. Namanya juga negara adikuasa. Pakai psy war adalah hal biasa dalam mengawal kepentingannya. Belum lagi penembakan-penembakan di Papua, begitu negosiasi mencapai kesepakatan.
Mafioso membiayai preman-preman jalanan dan oknum aparat serta oknum-oknum politisi, untuk memutarbalikkan cerita yg sebenarnya. Alhamdulillah Tuhan mencintai Indonesia. Semua rintangan alhamdulillah kita bisa atasi.
[5]. Yang kita beli dan ambil alih itu sahamnya, sehingga kita bisa menjadi pemegang saham mayoritas supaya bisa dapat bagian lebih besar dan bisa pegang kendali, dari pengolahan dan teknologi yg kita nggak kuasai.... kita bisa belajar alih teknologi dan skill.
[6]. Mengapa kita harus jual global bond untuk biayai pengambilalihan saham PT Freeport? Karena kita nggak mau cadangan dollar kita tergerus lagi. Nilai rupiah bisa tertekan lagi kalau diambil dari lokal. Sebab PT Freeport maunya dibayar pakai dolar, bukan rupiah. Jadi kita harus cerdik sedikit. Tinggal bagaimana hitung-hitungannya. Itu harus berhitung.
[7]. Yang kita perlukan surat hutang yg tenornya panjang, bahkan ada yg 30 tahun. Supaya apa? Supaya hasil Freeport bisa segera dinikmati bangsa ini. Kalau dihitung, kita baca laporan keuangannya, maka tampak EBITDA-nya PT Freeport setahun sekitar USD 4B. Nett profitnya, saya kira sekitar USD 2B. Kalau jangka pendek, jelas memberatkan.
[8]. Karena kini kita berhasil memiliki sahamnya sebesar 51,23%, saya yakin dalam setahun Indonesia bisa menikmati USD 1B lebih. Itu duit gede boz!
[9]. Jadi kalau kita mau, hanya dalam 4 tahun global bond itu beres dan setelah itu kita dapat duit gede seterusnya selama 50 tahun. Sebab jumlah surat hutang itu hanya sekitar USD 4B sebagai kompensasi yang kita bayar ke PT Freeort.Aneh kalau kehebatan ini disalah-salahkan.
[10]. Maka, hanya orang-orang bodoh saja yg menyalahkan keputusan yang menguntungkan bangsa Indonesia. Dan orang seperti itu akan selalu ada di negeri ini. Mereka senang memakai kacamata buram, dan selalu hanya mencari kesalahan. Sebab sebagian orang menikmati rezekinya dengan cara demikian. Ada profesi bayaran untuk menciptakan ketidakstabilan atau ketidakpercayaan. Ada juga yang menderita luka batin, kecewa, tak mendapat bagian, tidak dilayani atau pernah diberhentikan.
Begitulah kehidupan demokrasi.
Begitulah pula orang mencari makan, mencari kehormatan, mendapatkan kompensasi mental atas kekecewaannya atau membangun jati dirinya.
Sementara, dunia justru sedang memuji betapa lihai dan pandainya pemimpin Indonesia.
So, faktanya kini kita bisa menutup akhir tahun dengan banyak senyum. Saat kita bisa berlibur menikmati ribuan kilometer jalan2 baru baik antar kota maupun antar desa.
Salam akhir tahun...
Kita rayakan dengan senyum...
Cheers!
Musik Ilustrasi : Goyang Dumang Ada rumah dikontrakin ke orang. Pas kontraknya abis, untuk bisa ambil alih rumahnya sendiri, si pemilik rumah harus beli ke yg ngontrak. Belinya pake duit utang ke tetangga. Lalu semua tepuk tangan bahagia. #logikafreeport
Rhenald Kasali:
Begini:
[1]. Freeport itu PT. Sedangkan alam itu tanah, emas dll. Tanahnya tetap dikuasai NKRI, dan dari dulu Indonesia dapat uang konsesi, pajak dll. Itu adalah hak atas tanah yg dikuasai asing yg di dalamnya ada emas, perak dan tembaganya.
[2]. Yang namanya PT itu berbeda dengan tanah yang dijamin konstitusi. Di dalam PT itu ada aset, ada modal, saham-saham, R&D, ada tim direksi, expertise, brand, technology, market channel dll. Ada harta-harta kelihatan dan ada yg intangibles. PT ini bukan milik kita. Itu dibawa asing ke tanah Indonesia dan kalau mereka diusir, pasti aset-asetnya itu diangkut semua keluar, dan kita pasti tak bisa olah emas dll. Itu dengan cara-cara konvensional. Jadi kalau mau diambil, ya harus bayar kompensasinya. Kalau mau tanahnya saja, usir saja PT-nya, lalu bangun sendiri PT baru. Butuh 20-30 tahun dan sangat mahal untuk bisa membentuk itu semua.
[3]. Dulu pejabat-pejabat kita senang terima bagian besar buat dirinya sendiri atau kelompoknya, sehingga dikasih kecil buat Negara mereka oke saja.
Jokowi sebaliknya. Dia rela compang-camping dihina para mafioso yang berada di balik kuasa itu. Dia bereskan dengan tenang untuk mendapat bagian dari PT-nya yang lebih besar dan fair, yaitu bayar yg menjadi hak orang lain dan sebaliknya mereka harus bayar lebih baik yang menjadi hak kita
[4]. Ada yang bilang itu memang sudah saatnya beralih. Ya begini, sekarang semua orang bisa bilang sudah saatnya. Tetapi menentukan saatnya sebelum waktunya tiba itulah leadership. Dan jangan lupa, ide itu murah karena tak berisiko apa-apa. Tetapi implementasi itu mahal karena yang menjalankan akan babak belur.
Maka jangan heran pemimpin-pemimpin yang dulu selalu memundurkan action, karena kurang berani atau mereka kurang pandai bertempur, kurang gigih, dll. Mereka selalu geser ke belakang begitu saatnya tiba di tangan leadership mereka.
Akibatnya saat Jokowi eksekusi, Jakarta selalu digoyang. Amerika marah besar bahkan sempat kirim pasukan yang merapat di Australia. Namanya juga negara adikuasa. Pakai psy war adalah hal biasa dalam mengawal kepentingannya. Belum lagi penembakan-penembakan di Papua, begitu negosiasi mencapai kesepakatan.
Mafioso membiayai preman-preman jalanan dan oknum aparat serta oknum-oknum politisi, untuk memutarbalikkan cerita yg sebenarnya. Alhamdulillah Tuhan mencintai Indonesia. Semua rintangan alhamdulillah kita bisa atasi.
[5]. Yang kita beli dan ambil alih itu sahamnya, sehingga kita bisa menjadi pemegang saham mayoritas supaya bisa dapat bagian lebih besar dan bisa pegang kendali, dari pengolahan dan teknologi yg kita nggak kuasai.... kita bisa belajar alih teknologi dan skill.
[6]. Mengapa kita harus jual global bond untuk biayai pengambilalihan saham PT Freeport? Karena kita nggak mau cadangan dollar kita tergerus lagi. Nilai rupiah bisa tertekan lagi kalau diambil dari lokal. Sebab PT Freeport maunya dibayar pakai dolar, bukan rupiah. Jadi kita harus cerdik sedikit. Tinggal bagaimana hitung-hitungannya. Itu harus berhitung.
[7]. Yang kita perlukan surat hutang yg tenornya panjang, bahkan ada yg 30 tahun. Supaya apa? Supaya hasil Freeport bisa segera dinikmati bangsa ini. Kalau dihitung, kita baca laporan keuangannya, maka tampak EBITDA-nya PT Freeport setahun sekitar USD 4B. Nett profitnya, saya kira sekitar USD 2B. Kalau jangka pendek, jelas memberatkan.
[8]. Karena kini kita berhasil memiliki sahamnya sebesar 51,23%, saya yakin dalam setahun Indonesia bisa menikmati USD 1B lebih. Itu duit gede boz!
[9]. Jadi kalau kita mau, hanya dalam 4 tahun global bond itu beres dan setelah itu kita dapat duit gede seterusnya selama 50 tahun. Sebab jumlah surat hutang itu hanya sekitar USD 4B sebagai kompensasi yang kita bayar ke PT Freeort.Aneh kalau kehebatan ini disalah-salahkan.
[10]. Maka, hanya orang-orang bodoh saja yg menyalahkan keputusan yang menguntungkan bangsa Indonesia. Dan orang seperti itu akan selalu ada di negeri ini. Mereka senang memakai kacamata buram, dan selalu hanya mencari kesalahan. Sebab sebagian orang menikmati rezekinya dengan cara demikian. Ada profesi bayaran untuk menciptakan ketidakstabilan atau ketidakpercayaan. Ada juga yang menderita luka batin, kecewa, tak mendapat bagian, tidak dilayani atau pernah diberhentikan.
Begitulah kehidupan demokrasi.
Begitulah pula orang mencari makan, mencari kehormatan, mendapatkan kompensasi mental atas kekecewaannya atau membangun jati dirinya.
Sementara, dunia justru sedang memuji betapa lihai dan pandainya pemimpin Indonesia.
So, faktanya kini kita bisa menutup akhir tahun dengan banyak senyum. Saat kita bisa berlibur menikmati ribuan kilometer jalan2 baru baik antar kota maupun antar desa.
Salam akhir tahun...
Kita rayakan dengan senyum...
Cheers!
Oleh : Profesor Rhenald Kasali,Phd
Sumber : Link Sumber
Posting Komentar
SILAHKAN BERKOMENTAR