Kota Dumai adalah sebuah kota di
Provinsi Riau, Indonesia, sekitar 188 km dari Kota Pekanbaru.
Sebelumnya, kota Dumai merupakan kota terluas nomor dua di Indonesia
setelah Manokwari.
Namun semenjak Manokwari pecah dan terbentuk
kabupaten Wasior, maka Dumai pun menjadi yg terluas. Tercatat dalam
sejarah, Dumai adalah sebuah dusun kecil di pesisir timur Propinsi Riau
yang kini mulai menggeliat menjadi mutiara di pantai timur Sumatera.
Kota Dumai merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Bengkalis. Diresmikan sebagai kota pada 20 April 1999, dengan UU No. 16 tahun 1999 tanggal 20 April 1999 setelah sebelumnya sempat menjadi kota administratif (kotif) di dalam Kabupaten Bengkalis. Pada awal pembentukannya, Kota Dumai hanya terdiri atas 3 kecamatan, 13 kelurahan dan 9 desa dengan jumlah penduduk hanya 15.699 jiwa dengan tingkat kepadatan 83,85 jiwa/km2.
Kota Dumai memiliki luas wilayah 1.727.385 Km2 dan merupakan kota terluas nomor dua di Indonesia setelah Manokwari. Saat ini Dumai dicanangkan sebagai kota yang masuk dalam zona Pasar Bebas Internasional. Dulu, Dumai hanyalah sebuah dusun nelayan yang sepi, berada di pesisir Timur Propinsi Riau, Indonesia. Kini, Dumai yang kaya dengan minyak bumi itu, menjelma menjadi kota pelabuhan minyak yang sangat ramai sejak tahun 1999.
Kapal-kapal tangki minyak raksasa setiap hari singgah dan merapat di pelabuhan ini. Kilang-kilang minyak yang tumbuh menjamur di sekitar pelabuhan menjadikan Kota Dumai pada malam hari gemerlapan bak permata berkilauan.
Kekayaan Kota Dumai yang lain adalah
keanekaragaman tradisi. Ada dua tradisi yang sejak lama berkembang di
kalangan masyarakat kota Dumai yaitu tradisi tulisan dan lisan. Salah
satu tradisi lisan yang sangat populer di daerah ini adalah
cerita-cerita rakyat yang dituturkan secara turun-temurun. Sampai saat
ini, Kota Dumai masih menyimpan sejumlah cerita rakyat yang digemari dan
memiliki fungsi moral yang amat penting bagi kehidupan masyarakat,
misalnya sebagai alat pendidikan, pengajaran moral, hiburan, dan
sebagainya.
SEKILAS CERITA LEGENDA KOTA DUMAI
Pada era tahun 1930-an, Dumai merupakan suatu dusun nelayan kecil yang
terdiri atas beberapa rumah nelayan. Penduduknya bertambah ketika Jepang
mendatangkan kaum romusha (pekerja paksa jaman penjajahan Jepang) dari
Jawa. Seiring perubahan waktu, terjadi perubahan status Dumai sebagai
berikut :
- Tahun 1945 - 1959, status Dumai tercatat sebagai desa.
- Tahun 1959 - 1963, Dumai masuk dalam wilayah Kecamatan Rupat.
- Tahun 1963 - 1964, Dumai berpisah dari Kecamatan Rupat dan berubah status menjadi kawedanan.
- Berdasar PP No.8 Tahun 1979 tertanggal 11 April 1979, Dumai berubah status menjadi Kota Administratif (merupakan kota administratif pertama di Sumatera dan ke-11 di Indonesia) di bawah Kabupaten Daerah Tingkat (Dati) II Bengkalis.
- Berdasar UU No.16 Tahun 1999 tanggal 20 April 1999 (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 50, tambahan Lembaran Negara Nomor 3829), Dumai berubah status menjadi Kotamadya sehingga menjadi Kotamadya Dati. II Dumai. Seiring perkembangan politik di Indonesia, berdasar UU No. 22 Tahun 1999 maka Kotamadya Dumai berubah menjadi Kota Dumai. Masa jabatan Walikota Dumai pertama dari tanggal 27 April 1999 sehingga tanggal 27 April dijadikan hari ulang tahun Kota Dumai.
SEKILAS CERITA LEGENDA KOTA DUMAI
Salah satu cerita rakyat yang masih berkembang di Dumai adalah Legenda
Putri Tujuh.Cerita legenda ini mengisahkan tentang asal-mula nama Kota
Dumai.
Konon, pada zaman dahulu kala, di daerah Dumai berdiri sebuah kerajaan
bernama Seri Bunga Tanjung. Kerajaan ini diperintah oleh seorang Ratu
yang bernama Cik Sima. Ratu ini memiliki tujuh orang putri yang elok nan
rupawan, yang dikenal dengan Putri Tujuh. Dari ketujuh putri tersebut,
putri bungsulah yang paling cantik, namanya Mayang Sari. Putri Mayang
Sari memiliki keindahan tubuh yang sangat mempesona, kulitnya lembut
bagai sutra, wajahnya elok berseri bagaikan bulan purnama, bibirnya
merah bagai delima, alisnya bagai semut beriring, rambutnya yang panjang
dan ikal terurai bagai mayang. Karena itu, sang Putri juga dikenal
dengan sebutan Mayang Mengurai.
Pada suatu hari, ketujuh putri itu sedang mandi di lubuk Sarang Umai.
Karena asyik berendam dan bersendau gurau, ketujuh putri itu tidak
menyadari ada beberapa pasang mata yang sedang mengamati mereka, yang
ternyata adalah Pangeran Empang Kuala dan para pengawalnya yang
kebetulan lewat di daerah itu. Mereka mengamati ketujuh putri tersebut
dari balik semak-semak. Secara diam-diam, sang Pangeran terpesona
melihat kecantikan salah satu putri yang tak lain adalah Putri Mayang
Sari. Tanpa disadari, Pangeran Empang Kuala bergumam lirih, “Gadis
cantik di lubuk Umai….cantik di Umai. Ya, ya…..d’umai…d‘umai….”
Kata-kata itu terus terucap dalam hati Pangeran Empang Kuala. Rupanya,
sang Pangeran jatuh cinta kepada sang Putri. Karena itu, sang Pangeran
berniat untuk meminangnya.
Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap kosong.
Beberapa hari kemudian, sang Pangeran mengirim utusan untuk meminang putri itu yang diketahuinya bernama Mayang Mengurai. Utusan tersebut mengantarkan tepak sirih sebagai pinangan adat kebesaran raja kepada Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Pinangan itu pun disambut oleh Ratu Cik Sima dengan kemuliaan adat yang berlaku di Kerajaan Seri Bunga Tanjung. Sebagai balasan pinangan Pangeran Empang Kuala, Ratu Cik Sima pun menjunjung tinggi adat kerajaan yaitu mengisi pinang dan gambir pada combol paling besar di antara tujuh buah combol yang ada di dalam tepak itu. Enam buah combol lainnya sengaja tak diisinya, sehingga tetap kosong.
Adat ini melambangkan bahwa putri tertualah yang berhak menerima
pinangan terlebih dahulu.
Mengetahui pinangan Pangerannya ditolak, utusan tersebut kembali
menghadap kepada sang Pangeran. “Ampun Baginda Raja! Hamba tak ada
maksud mengecewakan Tuan. Keluarga Kerajaan Seri Bunga Tanjung belum
bersedia menerima pinangan Tuan untuk memperistrikan Putri Mayang
Mengurai.” Mendengar laporan itu, sang Raja pun naik pitam karena rasa
malu yang amat sangat. Sang Pangeran tak lagi peduli dengan adat yang
berlaku di negeri Seri Bunga Tanjung. Amarah yang menguasai hatinya tak
bisa dikendalikan lagi. Sang Pangeran pun segera memerintahkan para
panglima dan prajuritnya untuk menyerang Kerajaan Seri Bunga Tanjung.
Maka, pertempuran antara kedua kerajaan di pinggiran Selat Malaka itu
tak dapat dielakkan lagi.
Di tengah berkecamuknya perang tersebut, Ratu Cik Sima segera melarikan
ketujuh putrinya ke dalam hutan dan menyembunyikan mereka di dalam
sebuah lubang yang beratapkan tanah dan terlindung oleh pepohonan. Tak
lupa pula sang Ratu membekali ketujuh putrinya makanan yang cukup untuk
tiga bulan. Setelah itu, sang Ratu kembali ke kerajaan untuk mengadakan
perlawanan terhadap pasukan Pangeran Empang Kuala. Sudah 3 bulan
berlalu, namun pertempuran antara kedua kerajaan itu tak kunjung usai.
Setelah memasuki bulan keempat, pasukan Ratu Cik Sima semakin terdesak
dan tak berdaya.
Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai. Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan.
Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala. Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. “Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala. Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan. Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Akhirnya, Negeri Seri Bunga Tanjung dihancurkan, rakyatnya banyak yang tewas. Melihat negerinya hancur dan tak berdaya, Ratu Cik Sima segera meminta bantuan jin yang sedang bertapa di bukit Hulu Sungai Umai. Pada suatu senja, pasukan Pangeran Empang Kuala sedang beristirahat di hilir Umai. Mereka berlindung di bawah pohon-pohon bakau. Namun, menjelang malam terjadi peristiwa yang sangat mengerikan. Secara tiba-tiba mereka tertimpa beribu-ribu buah bakau yang jatuh dan menusuk ke badan para pasukan Pangeran Empang Kuala. Tak sampai separuh malam, pasukan Pangeran Empang Kaula dapat dilumpuhkan.
Pada saat pasukan Kerajaan Empang Kuala tak berdaya, datanglah utusan Ratu Cik Sima menghadap Pangeran Empang Kuala. Melihat kedatangan utusan tersebut, sang Pangeran yang masih terduduk lemas menahan sakit langsung bertanya, “Hai orang Seri Bunga Tanjung, apa maksud kedatanganmu ini?”. Sang Utusan menjawab, “Hamba datang untuk menyampaikan pesan Ratu Cik Sima agar Pangeran berkenan menghentikan peperangan ini. “Perbuatan kita ini telah merusakkan bumi sakti rantau bertuah dan menodai pesisir Seri Bunga Tanjung. Siapa yang datang dengan niat buruk, malapetaka akan menimpa, sebaliknya siapa yang datang dengan niat baik ke negeri Seri Bunga Tanjung, akan sejahteralah hidupnya,” kata utusan Ratu Cik Sima menjelaskan. Mendengar penjelasan utusan Ratu Cik Sima, sadarlah Pangeran Empang Kuala, bahwa dirinyalah yang memulai peperangan tersebut. Pangeran langsung memerintahkan pasukannya agar segera pulang ke Negeri Empang Kuala. Keesokan harinya, Ratu Cik Sima bergegas mendatangi tempat persembunyian ketujuh putrinya di dalam hutan. Alangkah terkejutnya Ratu Cik Sima, karena ketujuh putrinya sudah dalam keadaan tak bernyawa. Mereka mati karena haus dan lapar. Ternyata Ratu Cik Sima lupa, kalau bekal yang disediakan hanya cukup untuk tiga bulan. Sedangkan perang antara Ratu Cik Sima dengan Pangeran Empang Kuala berlangsung sampai empat bulan. Akhirnya, karena tak kuat menahan kesedihan atas kematian ketujuh putrinya, maka Ratu Cik Sima pun jatuh sakit dan tak lama kemudian meninggal dunia.
Sejak peristiwa itu, masyarakat Dumai meyakini bahwa nama kota Dumai
diambil dari kata “d‘umai” yang selalu diucapkan Pangeran Empang Kuala
ketika melihat kecantikan Putri Mayang Sari atau Mayang Mengurai. Di
Dumai juga bisa dijumpai situs bersejarah berupa pesanggarahan Putri
Tujuh yang terletak di dalam komplek kilang minyak PT Pertamina Dumai.
Selain itu, ada beberapa nama tempat di kota Dumai yang diabadikan untuk
mengenang peristiwa itu, di antaranya: kilang minyak milik Pertamina
Dumai diberi nama Putri Tujuh; bukit hulu Sungai Umai tempat pertapaan
Jin diberi nama Bukit Jin. Kemudian lirik Tujuh Putri sampai sekarang
dijadikan nyanyian pengiring Tari Pulai dan Asyik Mayang bagi para tabib
saat mengobati orang sakit.
Sumber : Link Sumber
إرسال تعليق
SILAHKAN BERKOMENTAR